Ikan Bakar Pasar Buah Mandala

Saya menulis catatan ini ketika hujan turun di Rangkasbitung. Saya rasa tak akan berbeda jauh dengan Cibaliung, yang juga terus-menerus dipayungi mendung. Apakah ini pertanda langit sedang berduka? Saya kira bukan. Justru langit sedang berpihak kepada kita, sedang menyapa kita, sedang menegur dan mengingatkan kita dengan caranya yang unik. Memang banyak cara yang dilakukan alam untuk menyapa dan menegur atau sekadar mengingatkan kita. Gempa misalnya, itu juga merupakan cara bumi menepuk bahu kita, cara bumi membangunkan tidur kita. Sudah selayaknya kita merenungi semua isyarat alam yang puitis itu.

Saya tidak ingin menulis tentang gempa. Juga bukan tentang bumi yang mulai pancaroba. Bukan pula soal menanam singkong yang tumbuh malah jagung. Aneh. Bukan, bukan itu. Saya ingin menulis saja untuk mengingat. Mengingat yang sudah lewat. Meskipun kadang nggak jauh-jauh amat. Menulis yang sederhana saja. Menulis yang dialami, dirasakan, dilakukan.

Ya, saya menulis untuk mengingat. Saya masih ingat, saat hujan turun rintik-rintiklah untuk kesekian kalinya di awal Februari 2024 saya mengunjungi warung ini.  Waktu itu, hujan tidak benar-benar deras. Tidak seperti hari-hari sebelumnya. Waktu itu, kamu mengajak sarapan tapi kamu bingung mau sarapan apa dan di mana. Kamu akhirnya memutuskan ke warung nasi ini.

Tempatnya begitu sederhana. Tidak ada papan nama yang biasanya menunjukan tempat makan. Orang mengenalnya dengan sebutan Kuliner Ikan Bakar Pasar Buah Mandala. Ya, tempat makan yang sederhana ini selalu ramai dikunjungi. Berbagai kalangan masyarakat di Rangkasbitung dan sekitarnya suka makan di sini.

Kamu bertanya mau makan apa. Ikan bakar patin saja. Di warung yang sederhana itu kamu meminta saya duduk. Orang-orang ada yang duduk di kursi menghadapi meja. Ada juga yang bersila di bale-bale bambu. Aku duduk di kursi di dekat tungku.

Kamu memang akraban. Mendekati si teteh penjual dan menyapanya. Kamu kenal dengan Si Emak dan anaknya yang pemilik tempat makan ini. Menurutmu dulu si Emak dan Kang Andi anaknya yang mengurusi warung ini. Tapi kini Kang Andi dan Si Emak jarang kelihatan ada di sini. Menurut kamu, istrinya Kang Andi yang sekarang mengurus warung ini.

Kamu memesan ikan. Kemudian di foto hasil jepretanmu tampak beragam jenis ikan ada di warung nasi ini. Jenis ikan laut segar tampak berbaskom-baskom siap dibakar. Beragam jenis ikan seperti kakap merah, patin, bawal, layur, tongkol, bandeng, kue, dan cakalang. Ada juga ikan gurami, ikan nila, dan ikan mas. Ada daging panggang. Juga cumi panggang. Pepes ikan mas, pepes ikan lele, dan pais burih.

Di dekat nasi putih ada timbel nasi merah. Ada tempe dan tahu goreng juga goreng oncom. Tumis toge, tumis cangkang tangkil, dan acar timun. Istrinya Kang Andi sedang sibuk menggoreng bakwan udang. Pete digantung di dekat pembakaran.

Kamu tidak suka lalaban. Sebaliknya itu saya suka. Rebusan daun singkong dan daun papaya serta irisan papaya rebus ada di piring di meja yang ada di hadapan. Saya memilih nasi timbel beras merah. Ikan patin bakar dengan sambel di piring diantar ke meja. Kamu membawa tumis toge. Istrinya Kang Andi menyodorkan bakwan udang yang baru saja diangkat dari penggorengan.

Di luar masih hujan meski tidak deras. Makanan disajikan dan siap dihabiskan. Usai membaca doa. Makanan satu persatu didorong ke mulut. Nikmat sekali. Kamu meminta dibawakan pais burih dan panggang. Cekatan pelayan menyajikan. Kamu menyebut nama panggilannya Si Black. Itu hanya nama panggilan untuk para langganan. Orangnya baik dan ramah. Nasi akeul dadakan ditambah sambal dadakan nikmat. Sambal dadaknya enak. Campuran tomat, bawang merah, cabe, dan kencur bakar. Nikmat sekali.

Si Emak dan Kang Andi asalnya dari Wantisari, Leuwidamar. Menurut si teteh istrinya Kang Andi mereka sudah berjualan sejak 17 tahun yang lalu. Awalnya mereka berjualan di Terminal Sunan Kalijaga, Rangkasbitung. Dalam sehari mereka bisa menghabiskan 20-35 kilogram ikan segar.

Mereka berjualan dari pukul 09.00 pagi hingga pukul 15.00 di sore hari. Terkadang jam satu siang jika sudah habis mereka akan pulang ke Wantisari di Leuwidamar. Keesokan harinya mereka akan kembali ke Pasar Buah Mandala tempat mereka berjualan.

Ya, di pagi yang penghujan kamu memesan dua ikan patin bakar, satu panggang, satu nasi merah, satu nasi putih, empat bakwan udang, satu pais burih, dan satu piring tumis toge. Kamu membayar Rp60.000 untuk makan berdua. Ya, ini tentang Warung Ikan Bakar Pasar Buah Mandala yang tidak memasang papan nama namun dikenal di mana-mana!

Rangkasbitung, 7 Februari 2024

Follow me!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *