Nadhif Basalamah

Oleh Ubaidilah Muchtar

Turun dari Stasiun Tanah Abang saya pesan GoCar. Tujuannya Perpustakaan Nasional di Jakarta Pusat. Pengemudi meminta izin untuk ke SPBU. Ia mengisi bahan bakar kendaraannya. Sabtu siang, 18 November 2023.

Keluar dari SPBU ia menyalakan musik. Kulirik list lagu favoritnya. Lagu pertama keluar. Rasanya lagu yang sedang ramai diputar di media sosial. Akrab dengan telinga kita. Sepanjang perjalanan kami tidak banyak bicara. Saya tenggelam dalam lirik lagu yang diputar. Apa judulnya? Siapa penyanyinya.

Kegiatan di Perpustakaan Nasional selesai saat cuaca Jakarta jelang hujan. Gelap dan pekat di luar. Perjalanan ke Stasiun Tanah Abang ditimpali dengan mampir sebentar makan mi ayam di Jalan Sabang.

Namanya sangat familiar. Nadhif Basalamah. Ingatan terbang ke tahun 2006 hingga 2012. Ketika masih ngekos di Kontrakan H. Ulem di Nagrak dekat tempat penyembuhan patah tulang alternatif. Ya, di Gunung Putri, dekat Cikeas.

Nadhif siswa aktif. Idaman Bapak/Ibu guru wali kelas. Saya ingat Wali Kelasnya, Ibu Retno. Tapi mungkin juga wali kelasnya adalah Bu Wiwit. Ketika itu Nadhif di Kelas II. Saya mengajar di Kelas 3-6 dan menjadi Wali Kelas III B. Ada Barry Majeed Hartono di kelas saya. Kini Barry sudah kelar dari ITB. Dan sedang keliling dunia cari pengalaman. Tapi karena sekolah tempat saya mengajar terbilang masih baru. Saya dapat mengenal hampir semua siswa. Ya, Nadhif siswa aktif di Al-Azhar Syifa Budi Cibubur!

Tapi, apakah benar dugaan saya? Malam setelah kepulangan dari PerpusNas itu saya coba mengingat dan mencari. Apakah penyanyi yang suaranya saya dengar di perjalanan itu adalah Nadhif yang sama? Nadhif yang hampir setiap Sabtu dan Minggu dibawa Pak Kosasih Yulia dan Pak Irwando Uups untuk mengikuti lomba-lomba futsal. Nadhif yang suka jadi pemimpin upacara. Nadhif yang suka belajar musik dengan Pak Wawan Witasa ataukah ini Nadhif yang lain?

Jika benar. Bahagia sekali rasanya. Dapat mendengar lagu-lagunya yang manis dan kontemplatif dengan bahasa yang sederhana. Coba saja dicek kalimat dalam lirik ini:

Kan ku arungi tujuh laut samudra/

Kan ku daki pegunungan himalaya/

Apapun kan ku lakukan tuk dirimu sayang/

Oh penjaga hatiku//

Tujuh laut samudra dan pegunungan himalaya akan diarunginya dan didakinya. Bukankah itu sangat sederhana. Tapi perhatikan selanjutnya. Itu dilakukannya hanya untuk menyatakan kesetiaan pada siapa yang dicintai dan disayanginya. Di jaga perasaan dan hatinya. Sebab ia adalah penjaga hatinya.

Jadi, selamat mendengarkan saja. Soal apakah benar ini Nadhif yang periang itu atau bukan biarkan Pak Kosasih saja yang mencarinya.

Salam Sabtu siang. Empat pekan setelah untuk pertama kalinya mendengar penuh perasaan lagu ini.

Banten, 9 Desember 2023.

Follow me!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *