Bersepeda dan Kulineran

Kami berangkat jam 08.30 dari depan Dialogue Kopi di samping Museum Multatuli. Pagi itu, Ahad pagi tanggal 7 Januari 2024. Kami melalui Jalan Alun-Alun Timur kemudian ke Jalan Multatuli dan melewati Pasar Rangkasbitung. Terus ke Papanggo dan lampu merah Malang Nengah. Berhenti di minimarket dekat lampu merah. Jalanan agak lengang sepanjang Jalan Kuncoro Jati arah Kolelet. Di sepanjang perjalanan tidak tampak banyak kerumunan. Hanya satu dua janur melengkung di beberapa rumah. Di perbatasan antara Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang kita berhenti lagi. Tepat di depan kami berhenti ada janur, acara nikahan. Kami lurus hingga Pasar Pamarayan. Saya tawarkan untuk makan bakso di depan kantor Kecamatan Pamarayan. Semua setuju kami belok kanan di pasar menuju Bakso Juned. Kami memesan bakso yang sama sebab pemilik bakso baru buka: bakso urat. Minuman yang sama: air es.

Kami berempat memang merencanakan gowes bareng. Sebelumnya direncanakan perjalanan ke arah Bendungan Karian yang baru diresmikan. Akan tetapi kami memutar arah. Perjalanan jadinya menuju Bendungan Pamarayan di Kabupaten Serang. Rencana yang tiba-tiba muncul. Kami berempat ada saya, Acep Nazmudin, Rizkoh, dan Jeni Abdulrokhim. Rizkoh adalah jurnalis detik yang liputan wilayahnya adalah Lebak. Jeni dan Acep sudah dikenalkan di tulisan, Ngobrol Asyik: Masa Depan Lembaga Kebudayaan.

Usai melahap bakso Juned di depan Kantor Kecamatan Pamarayan, kami kembali ke rute semula. Tiba di Pasar Pamarayan kami menuju Bendungan Pamarayan. Lama istirahat di Bendungan Pamarayan. Di lokasi bendungan sedang ada pembangunan lintasan lari. Tampak beberapa pekerja sedang merapikan rangka besi yang hendak dicor. Saya dan Acep keliling Bendungan dan ambil beberapa foto. Rizkoh entah ke mana? Tapi yang pasti setelah kami kumpul, Rizkoh menemukan banyak hal di Bendungan Pamarayan, salah satunya ruang bawah tanah. Jeni duduk di bawah pohon saja. Menikmati suasana dan cerah matahari Minggu pagi. Lama kami di Bendungan Pamarayan.

Usai dari Bendungan Pamarayan, kami kembali gowes menuju arah Catang. Tepatnya kami akan menyusuri jalan yang bersandingan dengan rel meski tidak sedekat seperti di tempat lain. Tapi apa daya, hujan deras tiba-tiba turun dengan tak terduga. Kami berteduh di minimarket lagi. Hujan reda, kami jalan. Tidak lama, hujan lagi. Kami berhenti lagi. Kali ini di warung seblak seberang Stasiun Catang meski belum pas banget di depannya. Ya, tak jauh dari Stasiun Catang.

Saya pesan seblak dan bakso kuah. Acep kaget. Rasanya lumayan enak. Jeni menghabiskan bakso kuah. Saya menghabiskan seblak. Rizkoh dan Acep makan camilan warung. Camilan jajanan masa kecil. Itu yang bentuknya bulat kecil. Rasanya kayak cikur. Camilan cikur. Waktu bayar kaget lagi. Ternyata satu bungkus harganya Rp500 perak. Kami membayar seblak, bakso kuah, dan lima camilan dengan Rp15.000.

Hujan tak juga reda. Kami memaksa berangkat. Biar badan sedikit kuyup, tak apa. Kami pegowes siap di segala cuaca. Hujan maupun panas. Tapi, ya, kalau deras banget sih! Berteduh.

Di depan Stasiun Catang kami berfose. Jeni biasa tak mau difoto. Sepedanya saja yang jadi penggantinya. Hanya aku, Rizkoh, dan Acep yang berfoto. Tapi sepedanya tetap empat. Jeni kebiasaan begitu. Sepeda saja yang menjadi wakilnya. Di Stasiun Catang sepi. Beberapa calon penumpang tampak berteduh di warung-warung. Ini sudah pukul 12:45 WIB.

Kami melanjutkan perjalanan lagi. Hujan masih rintik. Kami tetap berjalan. Beriringan. Saya di depan dan Jeni di paling belakang. Di depannya ada Rizkoh dan Acep. Sampai di pertigaan Bojong Pandan kami berteduh lagi. Rizkoh harus ke toilet. Usai mengantar hajat Rizkoh kami kembali ke sadel sepeda. Kami menuju Jembatan Gantung Kolelet. Jembatan yang melintasi Sungai Ciujung di wilayah Kolelet, Kabupaten Serang. Ini jembatan penting banget bagi warga di kedua wilayah. Warga yang dari Catang yang akan ke arah Rangkasbitung atau Cikande menggunakan jembatan ini. Demikian pula sebaliknya.

Usai melewati Jembatan Gantung Kolelet. Kami kembali ke rute keberangkatan. Di depan Dapur Samin Bunda Mirfat di Cijoro Pasir sepeda kami arahkan ke halamannya. Kami berencana makan siang di sini. Kami dipersilakan duduk di luar dan memesan makanan. Kami memesan nasi kebuli dengan lauk ayam, daging sapi, dan daging kambing. Saya memesan minuman jus kurma, Acep dan Rizkoh juga sama. Hanya beda jenis kurmanya saja. Jeni tidak memesan minuman. Ada teh hangat melati disuguhkan untuk semua. Kami pesan porsi berlima. Meski kami hanya berempat.

Makan kami lahap. Senang sekali bisa makan Bersama. Nasi kebuli tidak dapat kami tuntaskan. Satu porsi sepertinya harus kami bungkus. Sebab sudah terlalu kenyang. Usai makan kami duduk dan menikmati teh hangat sambal menikmati suasana ruangan Dapur Samin. Menengok beberapa pajangan di dalam ruangan. Ada parfum, sajadah, gamis, baju koko, peci, dan pernak-pernik lainnya. Permadani yang kami duduk di atasnya juga menarik. Warnanya penuh dengan motif yang menarik. Usai membayar, kami beranjak pulang.

Sebelum Asar kami tiba di halaman museum. Perjalanan sepedaan yang menyenangkan. Rizkoh berseloroh: “Ini mah modus sepedaan, nyatanya kulineran”. Asyik!

Rangkasbitung, 30 Januari 2024

Follow me!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *