Jalan Multatuli

Lagi dan lagi kami bersepeda berempat. Ini bukan kesengajaan. Mungkin jika pembaca ada yang berminat bersepeda di Rangkasbitung, sila bergabung. Kami berempat mengayuh sepeda di senja Rabu yang baru saja diguyur hujan. Ya, Rabu, 24 Januari 2024! Kami memulai perjalanan dari patung interaktif Multatuli, Saidjah, dan Adinda. Patung yang menghiasi halaman Museum Multatuli di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Patung dari perunggu karya Dolorosa Sinaga.

Di Jalan Alun-Alun Timur tepat di depan Museum Multatuli dan Perpustakaan Saidjah Adinda sedang ada pemasangan tenda. Kami bersepeda menyelinap di antara para pekerja yang mendirikan tenda kerucut. Setidaknya ada 20an tenda yang akan dipasang. Akan ada acara teman-teman Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) di akhir Januari hingga awal Februari ini bertajuk “Kumala Fest 2024”. Lancar jaya acaranya, man-teman!

Kami bersepeda melalui Jalan Multatuli. Nama Multatuli (Bahasa Latin: “Aku yang banyak menderita”) menjadi ikon di Rangkasbitung. Jalan protokol di kota yang (relatif) kecil Rangkasbitung mengabadikan namanya. Jalan Multatuli membentang dari Alun-Alun Rangkasbitung di arah Selatan dan berakhir di Jembatan Dua di arah Utara sepanjang satu kilometer.

Menurut Kurator Museum Multatuli, Hendra Permana, penamaan Jalan Multatuli sebagai Jalan Utama sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Hal tersebut dapat ditelisik dari artikel surat kabar Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indie tahun 1933.

“Dalam surat kabar tersebut, terdapat pemberitaan pada 22 Agustus 1933 mengenai kegiatan misi di Rangkasbitung. Utamanya terkait pembangunan Rumah Sakit Misi yang baru berdiri beberapa bulan dan rencana pendirian kapel/gereja Katolik. Dalam paragraf terakhir disebutkan kapel/gereja tepat di sebelah rumah sakit di Jl. Multatuli. Hingga sekarang, rumah sakit dan gereja di Jalan Multatuli ini masih tegak berdiri,” terang Hendra.

Jalan Multatuli merupakan jalan dua lajur dengan pembatas tengah. Jalan Multatuli ramai di setiap sore. Tak terkecuali sore Rabu yang usai diguyur hujan ini. Di ujung Jalan Multatuli sebelah utara tepatnya di dekat Jembatan Dua (Baca: Jembatan Kendaraan Umum dan Jembatan Kereta Api) kami berputar arah. Jika sebelumnya ada di lajur kanan kini ke lajur kiri dari arah jembatan. Sekira seratus meter dari kami putar arah, penjual siomay langgan sudah menanti. Siomay Rohmat namanya.

Saya memesan tanpa banyak permintaan. Tinggal menyebut campur saja, saya dilayani pertama kali. Acep, Rizkoh, dan Jeni punya permintaan masing-masing dan saling berbeda. Jeni sudah memegang siomay di piring pesanannya, Acep dan Rizkoh sedang memesan. Kami duduk di kursi yang disediakan. Acep sibuk mengabadikan setiap peristiwa dengan telefon pintarnya. Ia merekam dan mengambil gambar pedagang siomay juga gerobak dan para pelanggan.

Langit menghadirkan warna jingga dan merah. Senja yang indah di langit Rangkasbitung sore ini. Kami berbincang. Acep mengunggah foto dan suasana pedagang siomay di akun media sosialnya. Kami menikmati siomay di senja yang mewah. Langit berbalut jingga dan merah sekaligus. Beberapa orang di jalanan tampak mengabadikan suasana sore ini.

Siomay lekas kami habiskan. Kami kembali ke sadel sepeda. Menyusuri Jalan Multatuli. Saya di depan. Bertanya mau ke mana. Acep meminta untuk menuju ke arah Rabinsa, Kodim, Pasir Sukarayat, Pengadilan, dan kembali ke Museum Multatuli. Saya mengiyakan. Sepeda saya arahkan ke Jalan Sunan Bonang di seberang SMPN 1 Rangkasbitung. Kami menuju depan Kantor Kodim Lebak. Acep mengeluarkan telefon pintarnya. Mengabadikan langit senja sore itu. Kami berfoto bertiga dengan latar senja sambil memegang sepeda. Jeni seperti biasanya. Tidak mau difoto. Ia yang mengambil foto.

Kami melaju di Jalan Sunan Giri dan Jalan Ir. Juanda menuju Museum Multatuli. Senja makin merah. Kami melewati Balong Rancalentah. Langit sore makin pekat. Senja pelan-pelan tenggelam. Menyisakan warna hitam. Malam merambat di halaman museum. Kami istirahat dan berbagi foto. Besok ke mana kita akan bersepeda?

Rangkasbitung, 31 Januari 2024   

Follow me!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *